Quantcast
Channel: Kakek
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1275

Sangat Mengerikan, Hubungan RI-China Cuma Untungkan Kroni Jokowi, kata Ekonom Ini

$
0
0

KONFRONTASI- Pernyataan keras mulai dilayangkan ekonom Faisal Basri atas kebijakan Pemerintah Jokowi terkait kerjasama investasi dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Pernyataan Faisal hanyalah sebagian dari pernyataan para ekonom yang bereaksi keras atas Perpres 20/2018 tersebut. Bahkan Faisal mengamati kebijakan umum hubungan Indonesia-China lebih banyak menguntungkan China dan kroni Jokowi.

Dimana letak masalah besar kebijakan investasi dan TKA yang dilakukan Pemerintah Jokowi itu?

Menurut Faisal, tak sedikit pelanggaran terjadi dari keberadaan TKA China. Pelanggaran-pelanggaran itu, bahkan amat nyata di depan mata. Celakanya, berbagai pelanggaran itu justru dibiarkan oleh aprat yang seharusnya menegakkan peraturan.

“Bahasa Indonesia tidak bisa mereka itu. Jadi, apa yang didapat Republik ini?” ujar Faisal di sela-sela pertemuan Asia Pasifik Media Forum (APMF) 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (2/5).

Faisal mencontohkan, asumsi nilai tambah dari kehadiran mereka seperti dikatakan pemerintah dengan analogi pembangunan smelter oleh perusahaan tambang. Saat ini bahkan warga Indonesia tak memperoleh upah, modal pun kembali ke China, termasuk laba dari hasil usaha.

“Kita bangun smelter itu tujuannya meningkatkan nilai tambah. Nilai tambah itu apa? Yakni output minus input antara. Nilai tambah itu isinya apa saja? Ada upah, modal, laba dan lainnya. Upahnya mereka yang menikmati. Lalu, modalnya lari ke mereka juga. Laba juga begitu, lari ke mereka juga (China),” tutur dia.

Jika diamati secara rinci, menurut Faisal, Indonesia tak mendapat apa-apa selain sewa tanah saja. Kebijakan ini sama sekali tidak cerdas dan cenderung menguntungkan pihak China, berbeda dengan Hong Kong yang jelas-jelas menyewakan lahannya selama 100 tahun kepada Inggris, sehingga Hong Kong jelas mendapat uang di awal.

“Jadi, apa yang didapat Republik ini? Hanya sewa tanah saja. Ini kebijakan apaan begini. Sekalian saja sewakan kayak Hong Kong ke Inggris biar jelas. Silakan suka-suka di sana. Sewanya bayar di muka biar bisa buat bayar utang. (Perpres TKA ini kebijakan) Parah. Tidak jelas visinya, tak jelas nilai tambahnya. Ke mereka (China) semua kok larinya. Industri kita juga tidak mendapatkan keuntungan apapun. Dia numpang lahan saja. Nikel tadinya dia ekspor, sekarang dia mengolah langsung di sini lalu di bawa ke Tiongkok. Apa bedanya. Industri kita tidak berkembang, nilai tambah tidak ada,” sesal Faisal.

Faisal menduga, kebijakan itu hanya dinikmati oleh segelintir anak negeri yang memang memiliki akses kerja sama dengan China.

“Paling yang kerja sama kroni-kroni mereka. Luhut ada di situ, kan. Apa yang Anda harapkan dari pejabat seperti itu, jual negerinya. Yang untung dia doang. Coba selidiki siapa di belakang itu semua, sehingga mereka tutup mata dengan pelanggaran itu. Masak dibandingkan jumlah TKI Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan yang ratusan ribu yang ada di Indonesia. Cara berpikirnya tuh bagaimana. Mengerikan. Pejabat semua di belakangnya,” tutur Faisal.

Kebijakan ironi

Faisal menegaskan kebijakan Pemerintah Joko Widodo yang memperlonggar masuknya TKA ke Indonesia adalah sebuah ironi. Sebab, demi investasi pemerintah rela mengobral peluang kerja yang mestinya dinikmati anak-anak bangsa, justru menjadi dinikmati bangsa lain.

“Ini kan ekses ya. Intinya, kita kan mengobral. Demi investasi, semua kita buka. Dan, nyatanya sebagian besar yang datang buruh kasar. Jadi, salah pemerintah sendiri. Tidak ada masalah dengan negara lain, kecuali Tiongkok,” urai Faisal.

Sebelumnya pemerintah pernah bekerja sama dengan tenaga kerja asal China. Sebut saja dalam hal pembangkit listrik di Riau, Sumatera. Hanya saja, bedanya dulu tenaga kerja asal China itu kembali ke negara asalnya begitu pekerjaan selesai. Saat ini, mereka bisa tinggal lama, bahkan berganti-ganti orang.

“Kalau sekarang, mereka memanfaatkan fasilitas bebas visa, sehingga mereka rotasi,” ujar dia.

Faisal mengaku belum lama ini mengunjungi Kendari. Ia mengamati ada mobilitas warga asal China yang begitu tinggi di Kendari. “Di bandara sana, memang ada pesawat Sriwijaya Air pukul 03.00 pagi dan pukul 06.00 pagi itu Lion Air. Isinya rata-rata separuh mereka (WNA China). Jadi ironis, karena kita mengobral,” tuturnya.

Negosiasi ke Xi Jinping

Sementara mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli menyarankan, pemerintah Indonesia seharusnya berani bernegosiasi dengan pemerintahan Xi Jinping di China untuk menbatasi kehadiran TKA China di Indonesia, maksimal 5%.

Dia berpendapat Pemerintah Jokowi tidak punya nyali untuk bernegosiasi dengan China. Ia yakin, Pemerintah Jokowi seharusnya bisa membatasi tenaga kerja China maksimum sampai 5%. Malaysia saja bisa membatasi di bawah 10%

“Kita pun bisa batasi di bawah 3% sampai 5% dan hanya memperkenankan yang skilled dan expert. Kalau pemerintah ini tidak punya nyali, tunggu Rizal Ramli jadi presiden tahun 2019,” kata Rizal Ramli pada acara Indonesia Lawyer Club (ILC).

Rizal juga mengatakan, dalam kaitannya dengan May Day, tidak cukup berhenti hanya pada slogan kerja, kerja, kerja.

Yang lebih penting, menurut Rizal rakyat yang bekerja. Bukan rakyat negeri asing yang dimanjakan dengan peluang kerja.

Itu sebabnya kerjasama investasi dan TKA Indonesia-China perlu ditinjau dievaluasi oleh Presiden Jokowi sendiri. Jika itu dilakukan, maka tidak menutup peluang Jokowi akan terpilih kembali pada Pilpres 2019.

Namun jika Jokowi mengabaikan berbagai masukan yang ada, atau bahkan kondisinya lebih parah, maka sudah benar gerakan #2019GantiJokowi sudah benar.[]

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1275